Tuesday, 24 November 2015

DONGENG ANAK



Dogeng Anak Pipit Dan Kera
Tersebutlah seekor kera yang tinggal sendiri di atas pohon di dekat sebuah tepian. Kera itu ditinggalkan kawan-kawannya karena ia sombong dan mementingkan diri sendiri. Dia menganggap pohon tempat tinggalnya itu miliknya sehingga kera-kera lain tidak diizinkan tinggal di sana. Tepian mandi itu pun dianggap miliknya.
Ada seekor itik yang selalu pergi ke tepian itu. Dia senang mandi sepuas-puasnya di tepian itu setelah selesai mencari makan dan kenyang perutnya.
Pada mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepian. Akan tetapi, ketika dia melihat air di tepian menjadi keruh setiap itik itu selesai dia pun marah.
“Cis tak tahu malu, mandi di tepian orang lain!” maki kera kepada itik yang baru saja selesai mandi. “Bercerminlah dirimu yang buruk rupa itu! Patukmu seperti sudu (paruh yang lebar). Matamu sipit seperti pampijit (kutu busuk)! Sayapmu lebar seperti kajang sebidang (selembar atap dari dawn nipah)! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Enyahlah kau, itik jelek!”
Itik malu dan sakit hati dicemooh seperti itu. Ingin sekali dia menantang kera untuk berkelahi. Akan tetapi, dia takut dikalahkan kera besar itu. Dia pun menangis sepanjang jalan menumpahkan kekesalan dan kejengkelannya.
Seekor induk pipit yang sedang memberi makan kepada anak-anaknya terkejut. Dia melongokkan kepala dari sarangnya yang tinggi di atas pohon.
“Hai itik yang baik, mengapa engkau menangis sepanjang jalan? Beri tahu kepadaku apa sebabnya. Mungkin aku dapat menolongmu!”
“Kera besar di atas pohon di tepian itu menghinaku!” jawab itik. “Aku malu sekali! Itu sebabnya aku menangis!” Itik itu menangis kembali seperti tadi.
“Ooo begitu! Apa saja yang dikatakannya?”
Itik menceritakan kembali semua caci maki yang diucapkan kera. Mendengar penjelasan itik, induk pipit segera berkata, “Berhentilah menangis, itik yang baik! Besok kembalilah ke sana dan mandilah sepuasmu!”
“Aku takut! Aku malu dimaki kera itu lagi!”
“Jangan takut, itik yang baik! Kalau kera itu memakimu, balaslah! Sebutlah segala keburukannya!”
Induk_pipit pun mengajari itik membalas cemoohan kera.
“Terima kasih, induk pipit yang baik! Besok aku akan mandi lagi ke tepian dan nasihatmu akan kuturuti!” Dengan perasaan tenang, itik kembali ke rumah. Kekesalannya agak terhibur dengan nasihat induk pipit.
“Esok tahu rasa kau, hai kera yang sombong!” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri.
Keesokan harinya, itik itu mandi sepuas-puasnya di tepian seperti biasa. Bukan main marahnya kera menyaksikan itik mengeruhkan air di tepian itu lagi.
“Hei, berhenti! Apakah engkau tetap tak punya rasa malu?” jeritnya dari atas dahan.

Itik pura-pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus mandi dan mengepak-ngepakkan sayapnya. Setelah puas, barulah dia naik ke tebing dan slap pulang ke rumah.
Seperti kemarin, kera kembali mencaci maki sepuas-puasnya. Dengan tenang itik mendengarkan. Setelah kera puas mengungkapkan keburukan dan kejelekannya, itik pun membalas, “Apakah engkau merasa cantik? Berkacalah di muka air di tepian itu! Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar! Kepalamu seperti buah tandui (sejenis kuini/mempelam yang tumbuh di hutan) dilumu (dimasukkan ke mulut sambil diambil sarinya hingga tersisa biji dan ampasnya). Telapak tanganmu hitam kotor! Kuku-kukumu ….”
Belum selesai itik membalas caciannya, kera itu segera memotong, “Lancang sekali mulutmu! Tentu ada binatang lain yang memberi tahu kepada kamu!”
“Tentu saja, hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor induk pipit membuat sarang. Dialah yang mengajariku!”
“Kurang ajar! Aku akan datang ke sarangnya!”
Itik bergegas pulang ke Tumahnya. Dia memberitahu induk pipit tentang niat busuk kera sombong itu. “Alangkah bodohnya engkau!” kata induk pipit dengan kesai. “Seharusnya tidak kau sebutkan siapa yang mengajarimu! Rupamu bukan hanya jelek, tetapi engkau pun tolol!”
Belum sempat induk pipit bersiap-siap mengungsi, kera sudah mendatangi sarangnya dan langsung menerkamnya. Akan tetapi, dengan sigap induk pipit itu terbang. Sayang, anak pipit tidak sempat dibawa untuk menyelamatkan diri.
Dengan kejengkelan luar biasa kera memasukkan anak pipit itu ke dalam mulutnya. Sarang pipit diacak-acaknya. Kemudian, dia duduk di atas pohon itu menanti induk pipit kembali ke sarang untuk menjemput anaknya. Pada saat itulah, induk pipit akan diterkamnya.
Anak pipit sedih berada dalam kegelapan karena kera selalu mengatupkan mulutnya. Kera takut anak pipit itu terbang. Dalam keadaan itu, anak pipit mengeluh seorang diri. Setiap keluhannya dijawab kera dengan gumaman.
“Apakah Ibuku sudah datang?”
“Mmm-mmm …!”
“Apakah Ibuku sudah mandi?”
“Mmrn-mmm …!”
“Apakah Bapak dan Ibu sudah tidur?”
“Ha-ha-ha-ha-ha …!”
Kera tidak dapat menahan geli. Dia tertawa mengakak hingga mulutnya terbuka lebar Anak pipit tidak melewatkan kesempatan baik itu. Dia terbang mencari induknya.
“Kurang ajar!” kera menyumpah sejadi-jadinya.

Dia merasa tertipu. Apalagi anak pipit itu meninggalkan sesuatu di dalam mulutnya. Di daun lidahnya ada kotoran anak pipit. Kera benar-benar merasa kalah. Bukan saja karena ditinggalkan anak-beranak itu, melainkan karena mendapat kotoran anak pipit.

Kera marah bukan main. Akal sehatnya hilang. Dia mencari sembilu yang tajam dan kotoran anak pipit itu bukan dikaisnya dengan sembilu, melainkan lidahnya yang dipotong. Darah pun tak henti-hentinya mengalir dari Iidahnya. Dia menggelepar-gelepar kesakitan, lalu jatuh dari dahan dan mati seketika. Tamatlah riwayat kera besar yang sombong itu.




Rubah dan Buah Anggur

Seekor rubah suatu hari melihat sekumpulan buah anggur yang ranum bergantungan dari pohon anggur di sepanjang cabangnya. Buah anggur itu terlihat begitu ranum, kelihatan sangat lezat dan berisi penuh, dan mulut sang Rubah menjadi terbuka serta meneteskan air liur saat menatap buah anggur yang bergantungan.
Buah anggur itu tergantung pada dahan yang cukup tinggi, dan sang Rubah harus melompat untuk mencapainya. Saat pertama kali melompat untuk mengambil buah tersebut, sang Rubah tidak dapat mencapainya karena buah itu tergantung cukup tinggi. Kemudian sang Rubah mengambil ancang-ancang dan berlari sambil melompat, tetapi kali ini sang Rubah masih juga tidak dapat mencapai buah anggur tersebut. Sang Rubah mencoba untuk melompat terus, tetapi semua usaha yang dilakukannya sia-sia belaka.
Sekarang dia lalu duduk dan memandang buah anggur itu dengan rasa penasaran.
"Betapa bodohnya saya," katanya. "Disini saya terus mencoba untuk mengambil buah anggur yang kelihatannya tidak enak untuk dimakan."
Kemudian sang Rubah lalu berjalan pergi dengan perasaan yang sangat kesal.
Banyak orang yang berpura-pura mengacuhkan dan memperkecil arti sesuatu yang tidak dapat mereka capai.


ASAL MULA SI MASAM BELIMBING WULUH”
Pada zaman dahulu di sebuah desa yang bernama Si Manis sangatlah terkenal dengan desa yang memiliki buah-buahan sangat manis. Desa tersebut merupakan salah satu desa yang sangat subur dan sangatlah makmur. Semua buah-buahan yang di tanam di daerah tersebut sangatlah manis. Jadi masyarakat sekitar menyebutnya dengan desa Si Manis. Desa Si Manis begitu indah dan makmur, setiap halaman rumah masayakat yang tinggaL di desa itu selalu ada tanaman buah-buahan dan menjadi tradisi masyarakat setempat bahwa setiap orang yang telah beranjak dewasa harus menanam salah satu jenis buah-buahan yang menurutnya manis karena itu merupakan symbol bahwa setiap orang yang telah menanam salah satu jenis tanaman buah-buahan dianggap telah melewati masa kedewasaan dan bisa hidup mandiri. Sebab itu lah yang membuat desa tersebut terdapat begitu banyak buah yang tumbuh.
Di tepi sungai desa manis terdapat sebuah gubuk yang sangat mungil namun begitu indah karena hampir di setiap pojok halaman gubuk tersebut tersusun rapi tanaman bunga-bunga yang sangat indah dan buah-buahan yang sangat menggiurkan begitu banyak dan manis. Sebuah gubuk tua itu dihuni oleh seorang gadis yang cantik jelita bersama neneknya. Wuluh adalah nama gadis tersebut yang usianya telah melewati masa kedewasaan. Sejak masa kedewasaanya telah tiba, sejak itu lah dia gemar menanam buah-buahan di halaman rumahnya. Maka dari itu halaman rumah miliknya terdapat banyak sekali tanaman buah yang sangat banyak. Setiap buah yang ia tanam selalu menghasilkan buah yang sangat manis dan menggiurkan karena begitu besar dan manis buahnya. Wuluh begitu menyayangi neneknya dan tanaman yang ia tanam, ia selalu merawat segala tanaman yang ia tanam. Buah-buahan yang ia tanam  diantaranya adalah rambutan, jambu, bengkoang, papaya, semangka, dan belimbing yang merupakan buah kesukaanya dan buah yang paling ia sayangi.
Wuluh begitu piawai merawat neneknya yang sedang sakit, sejak kedua orang tuanya meninggal ia tinggal bersama neneknya, jadi ia begitu menyayangi dan mengasihi nenek yang telah merawatnya. Pada suatu ketika Wuluh sedang menyirami tanaman kesayangannya di halaman depan rumahnya, tiba-tiba terdengar sesuatu jatuh yang bunyinya berasal dari dalam rumah. Seketika itu pula Wuluh langsung bergegas masuk ke dalam rumah dan ia mendapati nenek yang di sayanginya jatuh dan telah meninggal. Wuluh begitu sedih  karena satu-satunya orang yang paling ia sayangi telah tiada.
Kini Wuluh hanya tinggal sebatang kara, hanya tanaman yang ia tanamanlah yang selalu menemaninya dan yang menjadi kesayanganya. Wuluh begitu menyukai belimbing yang rasanya begitu manis dan segar, buah yang kecil dan berwarna hijau. Hampir setiap hari ia selalu menikmati buah tersebut. Ia menjual buah-buahan yang lain ke pasar namun tidak untuk buah belimbing tersebut.
Suatu ketika tanaman yang ia tanam diserang oleh hama yang menyebabkan tanaman miliknya membusuk dan lama-kelamaan mati. Namun hanya satu yang tidak diserang oleh hama tersebut yaitu belimbing, hal itu dikarenakan Wuluh selalu menjaga dan merawatnya agar tanaman itu tidak terserang oleh hama tersebut. Kini hanya belimbing lah tanaman buah yang ia miliki. Begitu sayangnya Wuluh terhadap buah tersebut membuat ia egan berbagi kepada siapapun. Tidak ada seorang pun yang diperkenankan mendekati pohon belimbing tersebut, karena ia takut ada yang mengambilnya. Hingga pada suatu hari ada seorang pengemis yaitu seorang nenek-nenek yang sudah pikun  singgah di rumahnya.
“Cu boleh kah nenek ini singga sebentar untuk istirahat di bawah pohon buah ini” tanya nenek tersebut kepada Wuluh
“Tidak ! ini milik ku tidak ada seorang pun yang boleh mendekati tanaman ku ini, termasuk kamu nenek tua jelek, bau, pikun” bentak Wuluh
“Hanya sebentar saja cu, nenek cuma mau istirahat” pinta nenek tersebut karena ia sangat kelelahan
“Itu cuma alasan kamu saja kan nenek peot, kamu sebenarnya menginginkan buah ini kan? Lantas kamu mau mencurinya kan? Kamu ingin mengambil buah yang sangat manis milik ku ini kan?” tuduh Wuluh
“Tidak cu, nenek hanya…..”
Belum sempat nenek melanjutkan bicaranya Wuluh mendorong nenek tersebut hingga terperosok ke lubang yang ada di dekat pohon tersebut.
Wuluh begitu geram dan marah melihat nenek tersebut yang tidak beranjak dari tanaman miliknya. Lantas Wuluh melemparnya dengan belimbing yang telah busuk.
“Hanya buah busuk lah yang pantas untuk mu nenek tua menjijikan” ucap Wuluh sambil tertawa sengit.
“Begitu jahat kah sifat mu nak, tak sebanding dengan wajah paras mu yang sangat cantik dan lembut, tidak kah kamu mnyadarinya nak?” ucap nenek sambil berusaha bangun
Wuluh semakin marah mendengar ucapan nenek tersebut.
“Pergi kamu nenek pikun” umpat Wuluh
“Ya Tuhan, sadarkanlah gadis ini bahwa perbuatannya sangat tidak baik dan berikanlah hukuman yang pantas untuknya agar ia menyadari semua perbuatanya yang tidak baik” ucap nenek tersebut
        Ketika nenek tersebut telah pergi jauh, Wuluh merasa senang karena nenek tersebut tidak bisa mencuri buah miliknya.
        Keesokan harinya Wuluh bangun dan langsung menuju tanaman belimbing tersebut, dengan senangnya ia memetik belimbing itu. Namun telah terjadi sesuatau yang aneh pada tanamannya. Saat ia makan sebuah belimbing ia merasakan buah yang dulu manis berubah menjadi masam. Wuluh langsung menangis sejadinya, karena buah kesayangannya yang dulu manis telah berubah masam. Ia sangat sedih dan ia ingat akan sesuatu hal yang di katakana oleh seorang nenek kemarin yang telah ia caci maki dan ia tuduh mencuri.
        Wuluh sangat menyesal atas perbuatannya, namun semua telah terjadi dan tidak akan kembali seperti awalnya. Kini buah yang dulunya manis telah berubah menjadi masam. Dan belimbing tersebut diberi nama belimbing wuluh yang merupakan tanaman si Wuluh seorang yang jahat. Hingga sekarang kita menyebutnya belimbing wuluh yang kita ketahui memiliki rasa yang masam.





Kisah Cindelaras
Raden Putra, Raja Jenggala, mempunyai dua orang istri. Keduanya adalah permaisuri dan selir. Selain cantik wajahnya, Sang Permaisuri juga baik budi pekertinya. Sang Selir juga sangat cantik wajahnya. Namun berbeda dengan permaisuri, sang selir buruk kelakuannya.

Dia sangat iri dengan permaisuri. Dia merencanakan untuk menyingkirkan sang permaisuri dari istana kerajaan, agar perhatian dan kasih sayang Raden Putra semata-mata hanya untuknya.
Sang selir bekerja sama dengan tabib istana untuk mewujudkan rencana jahatnya. Dia berpura-pura sakit. Ketika Raden Putra bertanya kepada tabib istana perihal penyebab sakitnya sang selir, tabib istana mengatakan bahwa sakit yang di derita sang selir disebabkan oleh racun.” Racun itu dibubuhkan pada minuman yang diberikan untuk Selir.” Kata Tabib istana.
“Siapa yang tega memberikan minuman beracun untuk selir ku? Tanya Raden Putra.
“Permaisuri Paduka sendirilah yang melakukannya.” Jawab sang Selir.” Tampaknya Permaisuri iri hati pada hamba hingga bermaksud membunuh hamba, agar kasih sayang paduka dan kekuasaan kerajaan jatuh ketangannya.”
Mendengar hasutan dari Selir nya Raden Putra sangat murka. Tanpa berpikir panjang Raden Putra mengusir sang permaisuri dari istana kerajaan, bahkan dia memerintahkan patih kerajaan untuk membunuh permaisuri di hutan.
Sang Permaisuri yang tengah mengandung itu terpaksa menerima perlakuan tidak adil dan jahat yang ditimpakan kepadanya. Walaupun, dia sama sekali tidak melakukan seluruh sangkaan yang ditimpakan kepadanya.
Patih kerajaan Jenggala merupakan orang yang bijaksana, dia merasa jika sang permaisuri tidak bersalah. Menurutnya, sang permaisuri yang baik hati tersebut mustahil meracuni selir. Dia yakin jika sang permaisuri telah terkena fitnah keji dari selir. Oleh karena itu dia tidak membunuhsang permaisuri melainkan membuatkan gubuk ditengah hutan untuk permaisuri tinggal.
Patih jenggala kemudian menangkap kelinci dan menyembelih kelinci itu dengan keris pusaka miliknya, kemudian darah si kelinci dibasuhnya pada selendang milik permaisuri. Katanya kepada sang permaisuri.” Hamba akan menghadap Raden Putra dengan membawa selendang paduka serta keris yang berlumur darah ini. Selendang dan keris ini akan hamba jadikan bukti bahwa hamba telah melaksanakan tugas dari Raden Putra.”
“Terima kasih, Paman Patih.” Ujar sang Permaisuri.
Sepeninggalan Patih kerajaan Jenggala, Sang permaisuri hidup sendirian di dalam hutan belantara. Seiring berjalannya waktu, kian membesar kandungannya. Dia pun melahirkan sendirian didalam hutan belantara itu. Bayi yang lahir laki-laki dan diberi nama Cindelaras.
Cindelaras tumbuh menjadi anak lelaki yang kuat tubuhnya dan tampan wajahnya. Sejak kecil ibunya yang memiliki pengetahuan tinggi karena merupakan permaisuri raja, mengajarkannya tentang berbagai ilmu pengetahuan dan budi pekerti. Selain itu Cindelaras sejak kecil bergaul dengan aneka hewan yang berada di hutan belantara tersebut. Hewan-hewan itu senang berada bersama dengan Cindelaras dan mereka menuruti setiap perintah dari Cindelaras.
Pada suatu hari ketika Cindelaras tengah bermain, seekor burung rajawali menjatuhkan sebutir telur di dekat Cindelaras. Cindelaras lantas mengeramkan telur rajawali itu pada ayam hutan betina yang menjadi sahabatnya. Tiga minggu kemudian telur itu menetas menjadi ayam namun memiliki mata tajam dan perawakan yang kuat seperti rajawali.
Cindelaras merawat ayam itu dengan baik hingga menjadi ayam jago yang hebat dan kuat. Tubuh ayam itu terlihat kuat lagi kekar, paruhnya kokoh dan runcing seperti paruh burung rajawali. Kedua kakinya kekar berotot dan memiliki kuku yang runcing tajam seperti kuku rajawali. Suara kokoknya terdengar aneh dan mengherankan.” Kukuruyuk ... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah hutan belantara, atapnya daun kelapa, ayahnya raden putra raja jenggala.”
Awalnya Cindelaras sangat heran mendengar kokok ayam jantannya yang aneh. Dia lantas bertanya kepada ibunya perihal kokok ayamnya yang unik. Permaisuri pun menjelaskan siapa sebenarnya mereka. Cindelaras kini tahu bahwa dia merupakan darah daging Raden Putra yang merupakan raja Jenggala. Dia juga tahu penyebab ibu dan dirinya diusir dari istana raja. Dalam hatinya muncul niat Cindelaras untuk membuka keburukan selir yang merupakan ibu tirinya.
Dengan izin dan restu ibunya Cindelaras berangkat menuju istana kerajaan Jenggala. Ayam jago kesayangannya dibawanya pula. Dalam perjalanannya, Cinderalas bertemu dengan orang-orang yang sedang mengadu ayam atau lebih dikenal dengan sabung ayam. Ketika mereka melihat Cindelaras membawa ayam jago, mereka pun menantang untuk mengadu.
“Aku tidak mempunyai taruhan.” Ucap Cindelaras.
“Taruhanmu adalah dirimu,” jawab salah seorang penyabung.” Jika ayam jagomu kalah engkau harus bekerja dan mengabdi kepadaku tanpa mendapatkan upah. Sedangkan jika jagomu menang maka aku akan memberikan uang emas ini untukmu.” Si penyabung mengacungkan kantong kain yang berisi uang emas.
Cindelaras awalnya ragu namun ayam jagonya terus meronta-ronta seperti memintanya untuk menerima tantangan itu. Cindelaras akhirnya setuju.
Kedua ayam jago lantas di adu. Hanya dalam beberapa gebrakan saja ayam jago Cindelaras telah dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Ayam-ayam jago lainnya yang diadu dengan ayam jago milik Cindelaras pun bertumbangan. Rata-rata mereka hanya sanggup beberapa gebrakan saja sebelum akhirnya terkeok-keok melarikan diri.
Cindelaras sangat banyak mendapatkan uang dan juga perhiasan karena kemenangan ayam jagonya itu. Para penyabung ayam benar-benar terperangah mendapati keperkasaan ayam jago Cindelaras. Berita perihal kehebatan ayam jago Cindelaras pun segera menyebar. Banyak penyabung dari berbagai daerah menemui Cindelaras untuk mengadu ayam. Namun ayam jago Cindelaras benar-benar luar biasa, semua bisa dikalahkan dalam beberapa gebrakan pertarungan saja.
 “Tampaknya hanya ayam jago milik Gusti Prabu Raden Putra saja yang dapat menandingi ayam jago milik anak ini.” Kata salah seorang penyabung.” Sama halnya dengan ayam jago milik anak ini, ayam jago milik gusti prabupun tidak pernah terkalahkan. Pertarungan kedua ayam ini pasti sangat seru.”
Raden Putra akhirnya mendengar kehebatan ayam jago milik Cindelaras. Sang raja sangat penasaran dengan berita yang akhir-akhir ini didengarnya. Dia benar-benar ingin mencoba mengadukan ayam jago miliknya dengan ayam jago milik Cindelaras yang konon katanya tidak pernah terkalahkan. Untuk mewujudkan keinginannya itu, dia meminta prajurit istana mencari dan memanggil Cindelaras.
Cindelaras datang dan langsung menghadap Raden Putra. Meski dia mengetahui sosok dihadapannya adalah ayah kandungnya, namun Cindelaras bersikap seperti rakyat biasa menghadap Raja. Dia duduk bersila setelah menghaturkan sembah. Ayam jagonya ikut bersila disampingnya. Sangat mengherankan, selama Cindelaras menghadap Prabu Raden Putra, ayam jago itu tidak berkokok sedikitpun.
“ Namamu Cindelaras?” Tanya Prabu Raden Putra.
“ Benar, gusti prabu.”
“ Kudengar engkau memiliki ayam jago yang hebat. Apakah engkau berani mengadu ayam jagomu dengan ayam jago milikku?”
“Hamba siap, Gusti Prabu.”
“ Apa taruhanmu?”
Cindelaras sejenak berpikir sebelum akhirnya memberikan jawabannya.” Hamba hanya memiliki selembar nyawa. Jika ayam jago hamba kalah, maka hamba serahkan nyawa hamba kepada Gusti Prabu. Namun jika ayam jago hamba menang, maka hamba meminta separuh dari kerajaan Jenggala.”
“ Baik.” Raden Putra menyatakan kesediannya.” Bersiap-siaplah untuk menyerahkan nyawamu. Lehermu akan dipenggal algojo kerajaan setelah ayam jagomu kalah.”
Alun-alun istana segera disiapkan untuk menjadi arena pertarungan dua jago milik Cindelaras dan Raden Putra. Berduyun-duyun orang datang ke alun-alun untuk menyaksikan peristiwa yang sangat langka itu. Beberapa petaruh juga turut meramaikan acara itu, sebagian menjagokan ayam milik Cindelaras dan sebagian lagi menjagokan ayam milik Raden Putra.
Ketika telah dihadapkan, jago milik Cindelaras kalah besar dan kalah kekar jika dibandingkan dengan jago milik Raden Putra. Namun jago Cindelaras tidak menunjukan ketakutannya, bahkan sepertinya sudah tidak sabar ingin bertarung. Maka dengan iringan sorak sorai penonton, kedua ayam jago itupun memulai pertarungannya.
Semangat bertarung ayam jago Cindelaras sangat besar. Tendangan kaki dan patukan paruhnya begitu kuat bertenaga hingga ayam jago milik Raden Putra terlihat kewalahan. Ayam jago milik Cindelaras juga sangat cerdik lagi piawai dalam menghindari serangan-serangan dari ayam jago milik Raden Putra. Pertarungan berlangsung cukup lama, namun semakin lama terlihat bahwa ayam jago milik Cindelaras makin menguasai keadaan. Beberapa saat kemudian ayam jago milik Raden Putra tidak mampu lagi menahan serangan-serangan dari ayam jago Cindelaras. Dia berkeok-keok melarikan diri dari arena pertarungan tanda menyerah kalah. Sebagian penonton yang menjagokan ayam jago Cindelaras bersorak sorai gembira.
Raden Putra sangat terkejut melihat ayam jago kesayangannya terseok-seok kabur dari medan pertarungan. Janji taruhan yaitu membagi separuh wilayah kekuasaannya untuk Cindelaras dipenuhinya.
Setelah pertarungan selesai dan Raden Putra berkata bahwa sebagian wilayah kerajaan Jenggala kini milik Cindelaras, tiba-tiba ayam jago milik Cindelaras berkokok keras..” Kukuruyuk ... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah hutan belantara, atapnya daun kelapa, ayahnya raden putra raja jenggala.”
Raden Putra sangat terkejut mendengar kokok ayam Cindelaras yang aneh. Diperhatikannya baik-baik Cindelaras yang tetap berdiri dengan sikap hormat dan gagah.” Cindelaras benarkah apa yang dikatakan ayam jagomu itu.” Tanya Raden Putra.
“ Benar gusti prabu. Hamba adalah putra gusti prabu, ibu hamba adalah permaisuri gusti prabu yang saat ini tinggal di hutan.”
Raden Putra terlihat bingung. Menurutnya permaisurinya telah meninggal dunia ditangan patih yang mengamban titahnya. Melihat rajanya terlihat bingung, patih jenggala segera maju kedepan menghampiri sang raja. Patih Jenggala kemudian menjelaskan perihal kejadian yang sesungguhnya, bagaimana dia tidak jadi membunuh sang permaisuri karena mengetahui bahwa permaisuri tidak bersalah melainkan korban fitnah dari orang lain.
“ Fitnah? Fintah siapa?” Tanya sang Raja.
“ Fitnah dari selir sri baginda yang bekerjasama dengan tabib istana.” Jawab Patih Jenggala.
Sang Selir dan Tabib istana segera dipanggil oleh Raja Raden Putra. Keduanya tidak dapat mengelak setelah persidangan memberikan bukti-bukti kejahatan mereka. Sang Raden Putra memberi hukuman berat kepada keduanya yaitu di asingkan didalam hutan.
Akhirnya kebenaran terungkap. Sang Raja Raden Putra langsung memeluk Cindelaras seraya meminta maaf. Raja Jenggala itu segera memerintahkan para pengawalnya untuk menjemput permaisuri.
Sang Permaisuri kembali ke istana dengan segala kehormatannya. Dia hidup bahagia bersama suami dan anaknya Cindelaras.


No comments:

Post a Comment