PENGERTIAN PUTUS ASA
Apa Pengertian Putus Asa
Putus asa adalah suatu sikap atau
perilaku seseorang yang menganggap drinya telah gagal dalam menghasilkan
sesuatu harapan cita-cita. Ia tidak mau kembali lagi untuk berusaha yang kedua
kalinya. Semua umat manusia pasti merasakan putus asa. Dan umat itu pastilah
menjadi lemah dan lenyap kekuatannya karena putus asa merupakan penyakit atau
racun yang benar-banar membahayakan bagi setiap pribadi manusia.
Bukan sembarangan jika Allah SWT. dalam salah satu
firman-Nya, mempersamakan antara sifat putus asa itu dengan sifat kekafiran.
Sebabnya tiada lain hanyalah karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua macam
sifat itu sama-sama besar dan dahsyat. Firman Allah dalam Al-Qur’an, yang
artinya: “janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya
tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat Allah, melainkan golongan
orang-orang kafir”. (QS. Yusuf:87)
Allah SWT menyamakan sifat putus asa dengan kekafiran,
karena bencana yang ditimbulkan oleh kedua sifat itu sama besar dan dasyat.
Karena apabila ia diberi beban atau sesuatu yang harus siselesaikan dan perlu
segera dilaksanakan demi kepentingan masyarakat, ia meninggalkannya secara
perlahan-lahan, bahkan terkadang tidak mengerjakan sama sekali. Ia merasa
keberatan atau menganggap bahwa apa yang dititipkan kepadanya terlampau berat
sehingga ia enggan dan berputus asa untuk meneruskannya. Tentu saja hal itu
merugikan diri sendiri dan masyarakat.
Bagaimana Ciri Ciri Perilaku Putus Asa
Orang yang berputus asa itu biasanya mengalami ciri
ciri berikut
- Berburuk sangka kepada Allah
- Menolak kebenaran, malas beribadah dan berdoa
- Menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya
- Malas berbuat erbuat baik
Dalam realita lain, tatkala sebuah penyakit sedang
mendera, penderita hanya pasrah total terhadap penyakit tersebut. Seharian
dihabiskan dalam tangisan semata, tanpa usaha dan upaya. Seolah-olah harapan
sudah tertutup rapat.
Atau
bisa saja dalam kehidupan rumah orang tua merasa capek, manakala melihat sang
buah hatinya berulah, bandel dan nakal.
Banyak
petuah telah diupayakan agar sang anak menyadari pentingnya berbuat santun.
Tapi apa dikata, ternyata sang anak justru melawan menentang. Dia tetap bandel,
nakal dan urakan. Menghadapi kenyataan ini, terpaksa sebagai orang tua hanya
mengelus dada, bersabar. Allah berfirman :
“Hai
anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir“ (QS. Yusuf: 87)
Itu
sebagian potret sikap keterputus-asaan, yang terkadang menyelinap hinggap pada
seseorang. Semua rasa pesimis tersebut harus dipupus. Karena, Allah pasti
memberikan pertolongan dan jalan keluar bagi yang mau berusaha.
|
Langkah yang perlu diambil
Untuk melibas penyakit putus asa|
1. Memantapkan Keimanan Terhadap Qadha Dan Qadar
Ini merupakan faktor penting untuk bisa menenangkan hati kaum Mukminin. Bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Sebaliknya, apabila Allah tidak menghendaki, pasti tidak akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Tiada satu pun bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan
yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari
kamu, dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikanNya
kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan
diri.
[QS. Al-Hadid :22-23]
Rasulullah Shallallahu wa
sallam bersabda.
Allah telah menuliskan takdir makhluk-makhluk sebelum penciptaan langit
dan bumi selama lima puluh ribu tahun. [HR Muslim, 4797 dan at Tirmidzi,
2157]
|
2. Berbaik Sangka Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Inilah
salah satu kewajiban seorang muslim kepada Allah. Berbaik sangka akan membuka
pintu harapan, dan dapat mengenyahkan bisikan putus asa.
Ingatlah,
sikap berburuk sangka bertentangan dengan tauhid, keimanan kepada Allah dan
ilmu serta hikmahNya. Allah mengingkari orang-orang yang berburuk sangka
kepadaNya. Allah berfirman :
…… mereka
menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. . [Ali Imran : 154]
3. Memanjatkan Doa
Seberat
apapun masalah yang sedang menimpa, seorang hamba tidak sepantasnya berputus
harapan dari rahmat Allah. Semua permasalahan yang menghimpitnya harus
dikembalikan kepada Allah.
Kita
wajib bersimpuh memanjatkan doa, berupaya sekuat-kuatnya dan bersabar. Dengan
harapan, Allah akan melenyapkan kesusahan ataupun cobaan yang sedang menimpa.
Dalam
perang Badr, perang pertama dalam Islam; tatkala melihat sedikitnya jumlah
pasukan kaum Muslimin dan minimnya persiapan mereka, sementara musuh mempunyai
kekuatan lebih besar, maka Rasulullah berdiri memanjatkan doa.
Cukup
lama Rasulullah berdoa, sampai-sampai pakaian bagian atas beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam jatuh dari pundaknya.
Abu
Bakar ash Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu merasa kasihan dan menghibur beliau dengan
berkata: “Allah tidak akan menyia-nyiakanmu sedikit pun, wahai Rasulullah,” dan
kemudian datanglah bantuan dan kemenangan dari Allah lewat firmanNya :
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu
diperkenankanNya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut“. [QS. Al-Anfal :9]
Ketika
seorang hamba berdoa kepada Allah, memohon agar permasalahan yang menghimpitnya
selesai, pada dasarnya ia telah membuktikan tauhidnya. Dan tauhid yang benar
akan menyelamatkan dari jeratan fitnah serta ujian.
Jika
menelaah perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat serta generasi Salaf, kita akan mengetahui betapa mereka sangat
bertumpu dengan memanfaatkan kekuatan doa.
Betapa
mengagumkan, dan sekaligus membuka tabir, bahwa diri kita kurang menekuni
ibadah yang satu ini. Betapa banyak masalah, yang bisa telah terselesaikan
berkat doa kepada Allah Ta’ala?
Tentunya,
doa ini harus dibarengi juga dengan upaya memperbaiki diri. Sebab, bisa jadi,
kegagalan atau musibah yang menimpa seorang hamba, lantaran kurangnya ia dalam
memperhatikan aturan Allah.
|
4. Meneguhkan Tawakkal Kepada Allah Subahnahu Wa Ta’ala
Kekuatan
yang hakiki adalah kekuatan hati dan kemampuan untuk bertahan diri. Menurut
Ibnul Qayyim rahimahullah, sesungguhnya tawakkal termasuk salah satu faktor
yang kuat dalam membantu mewujudkan cita-cita (keinginan) dan menepis perkara
yang tidak disukai.
Ia
merupakan motivasi yang paling kuat. Hakikat tawakkal, ialah ketergantungan
hati hanya kepada Allah semata. Usaha yang dilakukan tidak memiliki pengaruh,
jika hati kosong dari penyerahan diri kepada Allah dan bahkan cenderung kepada
selainNya.
Sebagaimana
tidak bermanfaat perkataan orang “aku bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, tetapi, ternyata dirinya sangat tergantung, pasrah dan percaya kepada
selainNya. Tawakkal pada mulut memiliki makna sendiri, dan tawakkalnya hati
mempunyai makna yang lain.
Oleh
karena itu, al Hasan Bashri mengatakan :
“Sesungguhnya,
tawakkal seorang hamba kepada Rabb-nya adalah, ia meyakini bahwa Allah itu
menjadi sumber kepercayaan dirinya”
Dalam
kesempatan lain, beliau menyatakan, Allah menjamin rezeki bagi hamba yang
menyembahNya, dan kemenangan bagi orang yang bertawakkal dan memohon
pertolongan kepadaNya, serta kecukupan bagi orang yang menjadikan Allah sebagai
pusat dan tujuan utama.
Orang
yang cerdas lagi pintar, ia akan memikirkan perintah Allah, pelaksanaannya dan
taufik dariNya, bukan menunggu-nunggu jaminan dariNya. Sesungguhnya Allah
menepati janji lagi jujur. Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah?
5. Memiliki Tekad Yang Tinggi
Seorang
hamba akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan kadar tekad dan semangatnya. Orang
yang benar-benar ingin menggapai satu tujuan, pasti akan mengoptimalkan segala
daya upaya dalam mewujudkannya.
Segala
yang berpotensi menghalangi pencapaiannya, akan disingkirkan, demi mempercepat
dan melempangkan jalan menuju tangga kesuksesan yang selama ini diidamkannya.
Detik-detik waktunya selalu disibukkan dengan hal tersebut.
Mencari-cari
kesempatan dan sarana yang bisa membantu pencapaian keberhasilannya. Pikiran
dan kata hatinya juga larut dengannya. Karena ia mengetahui, “keberhasilan
sesuai dengan kepenatan yang dilalui”.
6. Sabar Dan Bersikap Tenang
Kita
mesti ingat, semua masalah menuntut kesabaran dan kebesaran jiwa. Yakinkah,
bahwa perkara-perkara yang menyulitkan hanya “takluk” dengan
kesabaran. Demikian juga dengan ketenangan, ia sangat berperan membantu
seseorang saat melewati kesulitan yang menghadangnya. Kesabaran ini tiada
batas. Ia dibutuhkan sampai ajal tiba.
Kita harus memahami, bahwa
ketentuan takdir pasti datang. Karena seorang hamba, ia tidak lepas dari dua
kondisi. Yaitu yang menggembirakan dan keadaan yang sangat tidak disukainya.Misal kondisi pertama, ia dikaruniai kesehatan, harta, kedudukan, berbagai kenikmatan lainnya. Dalam kondisi yang menggemberikan ini, ia pun diharuskan bersabar. Yakni :
- Tidak tertipu dengannya, dan jangan sampai kegembiraan yang diarihnya menyeretnya berbuat takabur, jahat dan sebagainya.
- Tidak terlalu larut atau lupa diri dalam mencapainya, karena akan membahayakannya. Orang yang ghuluw, hakikatnya mendekatkan diri dengan perilaku negatif. Jika mendapat kegembiraan, ia bersabar dalam melaksanakan hak Allah dan tidak melalaikannya.
- Menahan diri tidak memanfaatkan kenikmatan yang telah diraihnya untuk perkara yang diharamkan
“Ujian
musibah dapat dilewati oleh orang mukmin dan orang kafir. Namun ujian dengan
kenikmatan, tidak ada yang mampu bersabar dengannya, kecuali orang-orang yang
jujur keimanannnya“
Adapun
dalam kondisi kedua, yaitu keadaan yang tidak disukainya. Ini terbagi menjadi
dua macam. Yakni yang berkaitan dengan kehendaknya, seperti mengerjakan
ketaatan ataupun maksiat. Dan jenis kedua, yaitu tidak berhubungan dengan
kehendaknya, misalnya datangnya musibah.
Oleh
karenanya, Allah memerintahkan untuk mencari bantuan melalui kesabaran. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu‘. [QS. Al-Baqarah :45]
Penyebutan sabar dalam Al-Qur`an tidak kurang dari tujuh puluh kali, dan seluruh nya dalam bentuk pujian.
Di antaranya, menghubungkan kesuksesan dengan kesabaran (QS. Ali Imran
ayat 200), menghubungkan kepemimpinan dalam agama dengan kesabaran dan
keyakinan [QS. Sajdah ayat 23].
7. Menumbuhkan Sifat Optimisme Dan Berpikir Positif
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai sikap tafa-ul (optimis) dan
membenci tasya-um (pesimis). Dalam Shahih al Bukhari, dari Anas Radhiyallahu
‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Tidak ada penyakit yang menular sendiri, dan tidak ada kesialan.
Optimisme (yaitu) kata-kata yang baik membuatku kagum.
Al
Hulaimi rahimahullah mengatakan:
“Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka dengan optimisme, karena pesimis merupakan
cermin persangkaan buruk kepada Allah tanpa alasan yang jelas.
Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud persangkaan yang baik.
Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka baik kepada Allah dalam setiap
kondisi”
Sesungguhnya,
kehancuran semangat merupakan kerugian yang tidak bisa diukur dengan materi.
Berpikir positif dan semangat untuk berkompetisi harus selalu menyala dalam
kalbu setiap muslim, jangan sampai pudar.
Demikian
juga, hendaknya kita melihat limpahan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
tidak pernah putus. Terutama nikmat iman dan Islam. Kalaupun Allah Subhanahu wa
Ta’ala menunda kenikmatan yang lain, bila kita mau jujur, kenikmatan yang sudah
kita terima dariNya masih jauh lebih banyak.
Jika
ada satu masa yang menghimpit, maka lihatlah, sudah berapa lama kita berada
dalam keadaan bugar, leluasa tanpa masalah yang berarti?
Renungkanlah!
8. Menelaah Biografi Salaful Ummah
Yang
dimaksud dengan Salaful Ummah, yaitu para sahabat Nabi dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik.
Generasi
pertama, para pembela Islam dan pemikul risalah kepada generasi berikutnya.
Mereka adalah manusia yang paling kuat keimanannya, paling bersih hatinya,
paling tinggi tingkat tawakkalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika
menyelami kisah hidup mereka yang penuh cahaya, kita akan berkesimpulan, bahwa
perjalanan hidup mereka tidak selalu mulus, penuh ujian dan pengorbanan
disertai ketabahan yang tinggi saat kalah oleh musuh dalam membela kebenaran.
Menelaah
peri hidup mereka, akan mampu menambah keimanan, mencerahkan hati. Juga akan
mengantarkan kepada pemahaman, jika kehidupan itu tidak steril dari onak dan
duri. Jalan kehidupan tidak selalu berhiaskan mawar yang semerbak mewangi,
tetapi ada saja halangan dan ujian menghadang, ataupun mungkin berujung pada
kegagalan.
Secara
umum, Allah menegaskan manfaat kisah-kisah para nabi dan rasul sebelumnya yang
mampu juga meneguhkan hati dan memberikan secercah harapan. Renungkanlah firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah
kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.
[QS. Hud :120]
Perenungan
ini akan memacu semangat baru dalam mengarungi kehidupan yang terjal. Sebab
ternyata ia tidak sendirian mengalami kepahitan, bahkan orang-orang terbaik
yang pernah berjalan di muka bumi ini, semua pernah merasakan kepahitan.
9. Membekali Diri Dengan Ilmu Agama
Orang
yang berilmu itu lebih dahsyat dirasakan beratnya oleh setan daripada ahli
ibadah yang yang tak berilmu. Tipu daya setan lemah di hadapan orang yang
berilmu. Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu mengatakana,
“Ia
(ilmu) adalah teman dalam keadaan bahagia dan kesusahan, serta senjata di
hadapan musuh“
|
Demikian beberapa langkah, agar kita mampu memupus putus
asa.
Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu memiliki sifat optimis tak putus harapan,
Bercermin kepada orang-orang yang sukses melewati rintangan.
Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan menambah kelemahan.
Kuatkan tekad, yaitu dengan selalu memiliki sifat optimis tak putus harapan,
Bercermin kepada orang-orang yang sukses melewati rintangan.
Jauhkan hati dari sifat kerdil, karena ia hanya akan menambah kelemahan.
No comments:
Post a Comment