Biografi dan sepenggal kisah sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar (bahasa Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq) (lahir: 572
- wafat: 23 Agustus 634/21
Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632
hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah,
ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur
Rasyidin atau khalifah yang diberi
petunjuk.
Silsilah dan
Kepemimpinannya
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir
bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin
Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab
bin Lu'ai, dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin
Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari
kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul
Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi
Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang
berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj
yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih
dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
Awal kehidupan
Abu Bakar ash-Shiddiq dilahirkan di kota Mekah dari keturunan Bani Tamim , sub-suku bangsa Quraisy. Beberapa sejarawan Islam mencatat ia adalah seorang
pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, serta
dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.
Masa bersama Nabi
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu
Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama
lainnya. Mereka berdua berusia sama, pedagang dan ahli berdagang.
Memeluk Islam
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada
perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah diajak oleh nabi.[2] Abubakar kemudian mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman
bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair
bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas
dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya.
Istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali
'Abd Rahman bin Abu Bakar, sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah.
Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sebenarnya adalah
Abdullah bin Usman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah
bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al-Qurasy At-Taimi.
Ibunya adalah Ummu Al-Khair Salma binti Shakhr bin
Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani
Taim. Ayahnya diberi kunyah (sebutan panggilan) Abu Quhafah. Pada masa
jahiliyah, Abu Bakar diberi gelar “Atiq”.
Jasa Abu Bakar di dalam
Mengumpulkan Al-Qur’an
Pada tahun 12 H., Abu Bakar memerintahkan Zaid
bin Tsabit agar mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai tempat penulisan, baik
yang ditulis di kulit-kulit, dedaunan, maupun dari hafalan yang tersimpan dalam
dada kaum muslimin. Peristiwa itu terjadi setelah para Qari’ penghafal
Al-Qur’an banyak yang terbunuh dalam peperangan Yamamah. Zaid bin Tsabit pernah
berkata, “Abu Bakar mengirim surat kepadaku tentang orang-orang yang terbunuh di
perang Yamamah. Pada saat aku mendatanginya, aku melihat Umar bin Khathab
berada disampingnya. Abu bakar lalu berkata, ‘Umar mendatangiku dan berkata,
‘Sesungguhnya banyak Qari’ penghafal Al-Qur’an yang telah gugur dalam
peperangan Yamamah. Aku takut jika para Qari’ yang masih hidup, lalu di
kamudian hari terbunuh dalam peperangan, akan mengakibatkan hilangnya sebagaian
besar dari ayat Al-Qur’an. Menurut pendapatku, engkau harus menginstruksikan
agar segera mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an.’
Aku (Abu Bakar) bertanya kepada Umar, ‘Bagaimana aku
melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?’ Umar menjawab, “Demi
Allah, ini adalah kebaikan!’” Dan Umar terus menuntut Abu Bakar hingga Allah
melapangkan dadanya untuk segera melaksanakannya, akhirnya Abu Bakar pun setuju
dengan pendapat Umar.
Zaid bin Tsabit berkata, “Kemudian Abu Bakar berkata
kepadaku, ‘Engkau adalah seorang pemuda yang jenius, berakal, dan penuh amanah.
Selain itu, engkau pun telah terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah, maka carilah
seluruh ayat Al-Qur’an yang berserakan dan kumpulkanlah.’” Lalu, Zaid berkata
pada dirinya sendiri, “Demi Allah, jika mereka memerintahkan aku untuk memikul
gunung, tentulah lebih ringan bagiku daripada melaksanakan perintah Abu Bakar
untuk mengumpulkan Al-Qur’an.” Kemudian Zaid bin Tsabit pun mulai mengumpulkan
tulisan-tulisan Al-Qur’an yang tertulis di daun-daunan, kulit, maupun dari
hafalan para penghafal Al-Qur’an.
Kedermawanan Abu Bakar
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar Bin
Khathab, dia berkata, “Rasulullah menyuruh kami untuk mengeluarkan sedekah.
Kebetulan saat itu aku sedang mamiliki harta. Lalu aku katakan, ‘Hari ini aku
akan mengalahkan Abu Bakar dimana aku tidak pernah mengalahkan Abu Bakar
sebelum ini. Aku datang kepada Rasulullah untuk menginfakkan sebagian dari
harta milikku.’ Rasulullah bertanya kepadaku, ‘Lalu apa yang kamu sisakan untuk
keluargamu?’ Aku katakan kepada Rasulullah bahwa aku meninggalkan (untuk
keluargaku) seperti apa yang aku infakkan (masih tersisa setengah harta untuk
keluargaku red-) Kemudian Abu Bakar datang kepada Rasulullah dengan
menginfakkan seluruh hartanya. Rasulullah menanyakan padanya, ‘Lalu apa yang
engkau sisakan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku menyisakan untuk
mereka Allah dan Rasulullah.’ Aku (Umar) berkata setelah itu bahwa aku tidak
mungkin untuk mengalahkannya dalam segala hal untuk selamanya.” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi).
Kecerdasan Abu Bakar
Ibnu Umar pernah ditanya, “Siapa yang memberikan fatwa
di zaman Rasulullah?” Dia berkata, “Abu Bakar dan Umar. Aku tidak tahu orang
lain selain mereka berdua.” Pada suatu saat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkhutbah dihadapan para sahabat, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya
Allah Yang Mahaagung telah memberikan pilihan kepada seorang hamba antara dunia
dan akhirat. Lalu, hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.” Ketika
mendengar hal itu, Abu Bakar menangis lalu berkata, “Kami menjadikan anak-anak
dan ibu-ibu kami sebagai jaminan.” Kami (para sahabat red-) merasa aneh dengan
tangisannya yang spontan tatkala Rasulullah memberitahukan tentang seorang
hamba yang diberi dua pilihan. Rasulullah adalah orang yang diberi pilihan itu,
sedangkan Abu Bakar adalah orang yang pandai di antara kami. Rasulullah
kemudian bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling setia dalam
persahabatannya denganku dan dalam hartanya, adalah Abu Bakar. Andaikata aku
mengambil seseorang mejadi kekasih selalin Tuhanku, niscaya aku akan jadikan
Abu Bakar sebagai kekasih. Namun aku menjadikan dia sebagai saudara seagama
yang penuh cinta.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ibnu Katsir berkata, “Abu Bakar adalah sahabat yang
paling baik bacaannya─yakni dialah yang paling mengerti tentang Al-Qur’an. Oleh
karena itu, Rasulullah menjadikannya sebagai imam shalat para sahabat.” Selain
paham Al-Qur’an, Abu Bakar merupakan orang yang paling paham sunnah.
Abu bakar Merupakan Sahabat yang
Paling Utama
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia
berkata, “Kami diperintahkan memilih orang-orang (yang paling utama) di zaman Rasulullah,
lalu kami memilih Abu Bakar, lalu Umar, kemudian Utsman.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dia
berkata, “Aku menanyakan pada ayahku, siapa manusia yang paling baik setelah
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Abu Bakar.” Kemudian aku tanyakan lagi, “Siapa
setelahnya?” Beliau menjawab, “Umar.” Dan aku takut jika dia menyebut Utsman
setelahnya. Maka kukatakan, “Setelah itu pasti Anda.” Namun beliau menjawab,
“Aku hanyalah salah seorang dari kaum muslimin.” (HR. Bukhari).
Pengangkatannya Sebagai Khalifah
Al-Waqidi meriwayatkan dari Aisyah, “Sesungguhnya Abu
Bakar di ba’iat pada saat Rasulullah wafat, pada hari Senin tanggal dua belas
Rabiul Awwal sebelas Hiriyah.”
Az-Zuhri berkata, “Diriwayatkan dari Anas bin Malik,
dia berkata, ‘Aku mendengar Umar berkata pada hari itu (hari wafatnya
Rasulullah) kepada Abu Bakar, ‘Naiklah ke atas mimbar,’ maka ia (Umar) pun
terus menuntut hingga Abu Bakar naik ke atas mimbar dan di ba’iat oleh seluruh
kaum muslimin.’”
Terlihat dengan jelas bahwa para sahabat dari kalangan
Muhajirin maupun Anshar telah sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai
khalifah.
Wafatnya
Abu Bakar wafat pada hari Senin di malam hari. Ada
pula yang mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah maghrib (malam selasa) dan
dikuburkan pada malam itu juga, yaitu tepatnya delapan hari sebelum berakhirnya
bulan Jumadil Akhir 13 Hijriyah. Sebelum meninggal, Abu Bakar sakit selama lima
belas hari. Pada saat sakit, Abu Bakar mewasiatkan agar tampuk pemerintahan
kelak diberikan kepada Umar bin Khathab.
Abu Bakar memimpin sebagai khalifah selama dua tahun
tiga bulan. Beliau wafat pada umar 63 tahun. Di antara wasiat Abu Bakar kepada
Aisyah, “Aku tidak meninggalkan harta untuk kalian kecuali hewan yang sedang
hamil, serta budak yang selalu membantu kita membuat pedang kaum muslimin. Oleh
karena itu, jika aku wafat, tolong berikan seluruhnya kepada Umar.” Ketika
Aisyah menunaikan wasiat itu kepada Umar, maka Umar berkata, “Semoga Allah
merahmati Abu Bakar. Sesungguhnya dia telah membuat kesulitan (untuk
mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya.”
Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah
yang terletak di kamar Aisyah. Beliau pun di shalatkan oleh Umar bin Khathab.
No comments:
Post a Comment